بـسم الله الرحمٰن الرحيم
Apa yang terjadi dalam ummat Islam akhir-akhir ini merupakan sebuah gambaran betapa kiamat semakin dekat. Aqidah semakin rusak, dan banyak sekali pertentangan-pertentangan dalam masalah syariat. Dengan dalih berfikir yang logis dan sesuai akal itu yang diterima.
Contoh pada saat ini adalah adanya aliran-aliran yang mengakui dirinya sebagai Ahlussunnah Wal Jama'ah yang dengan senang berbicara Agama tanpa Ilmu, bahkan tak tanggung-tanggung berbicara TENTANG ALLAH TANPA ILMU. Memang benar memahami ilmu agama merupakan kewajiban atas setiap muslim dan muslimah. Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi wassallam bersabda:
Apa yang terjadi dalam ummat Islam akhir-akhir ini merupakan sebuah gambaran betapa kiamat semakin dekat. Aqidah semakin rusak, dan banyak sekali pertentangan-pertentangan dalam masalah syariat. Dengan dalih berfikir yang logis dan sesuai akal itu yang diterima.
Contoh pada saat ini adalah adanya aliran-aliran yang mengakui dirinya sebagai Ahlussunnah Wal Jama'ah yang dengan senang berbicara Agama tanpa Ilmu, bahkan tak tanggung-tanggung berbicara TENTANG ALLAH TANPA ILMU. Memang benar memahami ilmu agama merupakan kewajiban atas setiap muslim dan muslimah. Rasulullah Shallallohu ‘Alaihi wassallam bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap muslim. [HR. Ibnu Majah No: 224, dan lainnya dari Anas bin Malik]
Dan agama adalah apa yang telah difirmankan oleh Alloh di dalam kitabNya, Al Quranul Karim, dan disabdakan oleh RasulNya di dalam Sunnahnya (Baik melalui Perkataan/Qoul, Perbuatan, ataupun Taqrir/Ketetapan dari Rasulullah). Oleh karena itulah termasuk kesalahan yang sangat berbahaya adalah berbicara masalah agama tanpa ilmu dari Alloh dan RasulNya.
Dan agama adalah apa yang telah difirmankan oleh Alloh di dalam kitabNya, Al Quranul Karim, dan disabdakan oleh RasulNya di dalam Sunnahnya (Baik melalui Perkataan/Qoul, Perbuatan, ataupun Taqrir/Ketetapan dari Rasulullah). Oleh karena itulah termasuk kesalahan yang sangat berbahaya adalah berbicara masalah agama tanpa ilmu dari Alloh dan RasulNya.
Alloh Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا
بَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا
بِاللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ
مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Katakanlah: “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang
nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak
manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah
dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan
(mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu
ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu)” [Al-A’raf: 33]
- Ibnul Qayyim -Rahimahullah-
ketika menjelaskan ayat di atas mengatakan, “Allah mengurutkan
keharaman menjadi empat tingkatan. Allah memulai dengan menyebutkan
tingkatan dosa yang lebih ringan yaitu al fawaahisy/ الْفَوَاحِشَ (perbuatan
keji). Kemudian Allah menyebutkan keharaman yang lebih dari itu, yaitu
melanggar hak manusia tanpa jalan yang benar. Kemudian Allah beralih
lagi menyebutkan dosa yang lebih besar lagi yaitu berbuat syirik kepada
Allah. Lalu terakhir Allah menyebutkan dosa yang lebih besar dari itu
semua yaitu berbicara tentang Allah tanpa ilmu. Larangan berbicara
tentang Allah tanpa ilmu ini mencakup berbicara tentang nama dan shifat
Allah, perbuatan-Nya, agama dan syari’at-Nya.”
- Syaikh 'Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baaz -Rahimahullah- berkata: “Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk perkara terbesar yang diharamkan oleh Allah, bahkan hal itu disebutkan lebih tinggi daripada kedudukan syirik. Karena di dalam ayat tersebut Alloh mengurutkan perkara-perkara yang diharamkan mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
Dan berbicara tentang Allah tanpa ilmu meliputi: berbicara (tanpa ilmu) tentang hukum-hukumNya, syari’atNya, dan agamaNya. Termasuk berbicara tentang nama-namaNya dan sifat-sifatNya, yang hal ini lebih besar daripada berbicara (tanpa ilmu) tentang syari’atNya, dan agamaNya.” [Catatan kaki kitab At-Tanbihat Al-Lathifah ‘Ala Ma Ihtawat ‘alaihi Al-‘aqidah Al-Wasithiyah, hal: 34, tahqiq Syeikh Ali bin Hasan, penerbit: Dar Ibnil Qayyim]
Mengapa bisa dikatakan demikian? Karena berbicara tentang Allah dan agama-Nya tanpa dasar ilmu akan membawa pada dosa-dosa yang lainnya.
Sebagai Contoh, Berbicara Tentang Allah Tanpa Ilmu bisa mengakibatkan kepada kesyirikan, hal ini sudah terbiasa terjadi di dalam tubuh umat ISLAM itu sendiri. Dalam memaknai kalimat Syahadat Memahami makna لاَ إِلهَ إِلاَّ الله dengan makna "Tiada Tuhan Selain Allah" yaitu menyelewengkan makna Uluhiyyah pada kata إِلهَ dengan makna Rububiyyah, sehingga menjadikan manusia ada tuhan-tuhan lain selain Allah sehingga mereka berbuat syirik. Yang seharusnya makna tersebut adalah seperti perkataan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah, اَلإلَهُ adalah Dzat yang diibadahi lagi ditaati. Al Imam Ibnul Qoyyim Rahimahullah berkata : اَلإلَهُ adalah Dzat yang hati ini rela untuk beribadah kepada-Nya dengan penuh kecintaan, pemujaan, kepasrahan, pemuliaan, pengagungan, pengabdian, perendahan diri, ketakutan dan harapan serta penyerahan diri. [lihat Taisirul ‘Azizil Hamid hal.75]
- Syaikh 'Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baaz -Rahimahullah- berkata: “Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk perkara terbesar yang diharamkan oleh Allah, bahkan hal itu disebutkan lebih tinggi daripada kedudukan syirik. Karena di dalam ayat tersebut Alloh mengurutkan perkara-perkara yang diharamkan mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
Dan berbicara tentang Allah tanpa ilmu meliputi: berbicara (tanpa ilmu) tentang hukum-hukumNya, syari’atNya, dan agamaNya. Termasuk berbicara tentang nama-namaNya dan sifat-sifatNya, yang hal ini lebih besar daripada berbicara (tanpa ilmu) tentang syari’atNya, dan agamaNya.” [Catatan kaki kitab At-Tanbihat Al-Lathifah ‘Ala Ma Ihtawat ‘alaihi Al-‘aqidah Al-Wasithiyah, hal: 34, tahqiq Syeikh Ali bin Hasan, penerbit: Dar Ibnil Qayyim]
Mengapa bisa dikatakan demikian? Karena berbicara tentang Allah dan agama-Nya tanpa dasar ilmu akan membawa pada dosa-dosa yang lainnya.
Sebagai Contoh, Berbicara Tentang Allah Tanpa Ilmu bisa mengakibatkan kepada kesyirikan, hal ini sudah terbiasa terjadi di dalam tubuh umat ISLAM itu sendiri. Dalam memaknai kalimat Syahadat Memahami makna لاَ إِلهَ إِلاَّ الله dengan makna "Tiada Tuhan Selain Allah" yaitu menyelewengkan makna Uluhiyyah pada kata إِلهَ dengan makna Rububiyyah, sehingga menjadikan manusia ada tuhan-tuhan lain selain Allah sehingga mereka berbuat syirik. Yang seharusnya makna tersebut adalah seperti perkataan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah, اَلإلَهُ adalah Dzat yang diibadahi lagi ditaati. Al Imam Ibnul Qoyyim Rahimahullah berkata : اَلإلَهُ adalah Dzat yang hati ini rela untuk beribadah kepada-Nya dengan penuh kecintaan, pemujaan, kepasrahan, pemuliaan, pengagungan, pengabdian, perendahan diri, ketakutan dan harapan serta penyerahan diri. [lihat Taisirul ‘Azizil Hamid hal.75]
Adapun
bila ditinjau dari rangkaian kata secara utuh, maka maknanya adalah
sebagaimana yang dikatakan oleh Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
dalam kitab Ats Tsalatsah Al Ushul yaitu :
لاَ مَعْبُوْدَ بِحَقٍّ إِلاَّ الله “Tiada sesembahan (Tuhan) yang berhak diibadahi melainkan Allah semata. لاَإِلهَ sebagai nafyu (peniadaan) atas segala apa yang diibadahi selain Allah, إِلاَّالله
sebagai itsbat (penetapan) bahwa seluruh ibadah hanyalah milik Allah
semata, tiada sekutu bagi-Nya dalam hal ibadah ini sebagaimana tiada
sekutu bagi-Nya dalam hal kekuasaan.”
SEHINGGA PENOLAKAN (PENGINGKARAN) NYA DARI BEBERAPA ASMA' DAN SIFAT ALLAH CARA DAN GAYA JAHMIYYAH TERSEBUT. [CARA DARI MU'ATTILAH]. Wal 'Iyyadzubillah....
SEHINGGA PENOLAKAN (PENGINGKARAN) NYA DARI BEBERAPA ASMA' DAN SIFAT ALLAH CARA DAN GAYA JAHMIYYAH TERSEBUT. [CARA DARI MU'ATTILAH]. Wal 'Iyyadzubillah....
Begitu juga tentang PENOLAKAN TENTANG AL-’ULUWW DAN AL-ISTIWAA `DAN AL-’ARSY CARA JAHMIYYAH [A'udhubillaah!] yaitu jika Allah ada di Atas 'Arsy maka Allah brsifat HULUL (Menyatu dengan Makhluknya) dan juga Jabr (manusia tidak memiliki kehendak bebas - dipaksa untuk bertindak). [Cara dari Jabariyyah].
Begitu pula perjuangan gigih para ulama’ salaf dalam membela aqidah dari qoncangan faham-faham hitam Jahmiyyah sangatlah kuat, sehingga begitu banyak kitab para ulama yang berjudul “Ar-Radd ‘ala Jahmiyyah” [Bantahan Terhadap Jahmiyyah] seperti yang ditulis oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Utsman bin Sa’id Ad-Darimi, Ibnu Mandah, Ibnu Baththah dan lain sebagainya.
Sungguh benar Imam Ibnu Qayyim rahimahullah yang telah berkata,“Pertempuran
antara ahli hadits dengan kelompok Jahmiyyah lebih dahsyat daripada
pertempuran antara pasukan kafir dengan pasukan Islam”.[Ijtima’ Al-Juyusy Al-Islamiyyah hal. 96]
Na'am, inilah mengapa Dosa "BERBICARA TENTANG ALLAH TANPA ILMU" lebih besar daripada DOSA SYIRIK..
Yang dengannya yang apabila ia berbicara tentang Allah tanpa ilmu
mengakibatkan dosa-dosa besar yang lainnya tertarik... Jadi tak heran
apabila banyak sebagian kamu muslimin yang penyembah kubur dan lain
sebagainya. karena dari hal yang ushul saja sudah menyimpang tentu
cabang-cabangnya lebih menyimpang.
Bahayanya berbicara tentang Allah tanpa Ilmu:
1. Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk dusta atas (nama) Allah.
Bahayanya berbicara tentang Allah tanpa Ilmu:
1. Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk dusta atas (nama) Allah.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلاَ تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلاَلٌ
وَهَذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُوا عَلَى اللهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ
يَفْتَرُونَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ
Dan janganlah kamu mengatakan terhadapa apa yang disebut-sebut oleh
lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan
kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan
kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. [QS. An-Nahl : 116]
2. Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan kesesatan dan menyesatkan orang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ
الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى
إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً
فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari hamba-hambaNya
sekaligus, tetapi Dia akan mencabut ilmu dengan mematikan para ulama’.
Sehingga ketika Allah tidak menyisakan seorang ‘alim-pun,
orang-orang-pun mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Lalu para
pemimpin itu ditanya, kemudian mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga
mereka menjadi sesat dan menyesatkan orang lain. [Bukhari No:100, Muslim, dan lainnya]
3. Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan sikap mengikuti hawa-nafsu.
Imam Ali bin Abil ‘Izzi Al-Hanafi rahimahullah berkata:
“Barangsiapa berbicara tanpa ilmu, maka sesungguhnya dia hanyalah
mengikuti hawa-nafsunya, dan Allah telah berfirman:
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللهِ
Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa
nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun [Al-Qashshash:50]” (Kitab Minhah Ilahiyah Fii Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal: 393)
4. Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan sikap mendahului Allah dan RasulNya.
Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمُُ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. [QS. Al-Hujuraat: 1]
5. Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu menanggung dosa-dosa orang-orang yang dia sesatkan.
Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu adalah orang sesat dan
mengajak kepada kesesatan, oleh karena itu dia menanggung dosa-dosa
orang-orang yang telah dia sesatkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassallam:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ
تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا
إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ
تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Barangsiapa menyeru kepada petunjuk, maka dia mendapatkan pahala
sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu tidak
mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada
kesesatan, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana dosa-dosa orang yang
mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa mereka sedikitpun. [Muslim no:2674, dari Abu Hurairah]
7. Berbicara tentang Allah tanpa ilmu akan dimintai tanggung-jawab.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu
akan diminta pertanggunganjawabnya. [QS. Al-Isra’ : 36]
8.Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan.
Syaikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami Rahimahullah menyatakan:
“Fashal: Tentang Haramnya berbicara tentang Allah tanpa ilmu, dan
haramnya berfatwa tentang agama Allah dengan apa yang menyelisihi
nash-nash”. Kemudian beliau membawakan sejumlah ayat Al-Qur’an, di
antaranya adalah firman Allah di bawah ini:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ اللهُ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. [QS. Al Maidah: 4]
9. Berbicara agama tanpa ilmu menyelisihi jalan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rohimahulloh menyatakan di dalam aqidah
Thahawiyahnya yang masyhur: “Dan kami berkata: “Wallahu A’lam (Allah
Yang Mengetahui)”, terhadap perkara-perkara yang ilmunya samar bagi
kami”. [Minhah Ilahiyah Fii Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal: 393]
10.Berbicara agama tanpa ilmu merupakan perintah syaithan.
Allah berfirman:
إِنَّمَا يَأْمُرُكُم بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَآءِ وَأَن تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Sesungguhnya syaithan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan kepada Allah apa yang tidak kamu ketahui. [QS. Al Baqoroh:169]
Semoga
hal ini sebagai nasehat bagi kita semua, termasuk juga diri saya.
Begitu banyak kita lihat saudara-saudara kita memberi komentar dalam
masalah agama, padahal tidak ada satu pun dasar dari Al Qur’an dan
Hadits yang ia bawa, bahkan mereka jarang mempelajari agama tetapi
sangat nekad dan berani untuk memberi komentar. Semestinya setiap muslim
selalu menjaga lisan dan perkataan. Seharusnya setiap muslim yang
tidak memiliki ilmu agama diam dan tidak banyak bicara daripada banyak
komentar sana-sini tanpa dasar ilmu sama sekali.
Wallahu a’lam bish showwab. Semoga bermanfaat bagi sesama.....
الحمدلله رب العٰلمين
Wallahu a’lam bish showwab. Semoga bermanfaat bagi sesama.....
الحمدلله رب العٰلمين
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Dilarang meninggalkan komentar yang berbau Politik, dan berkomentarlah dengan ahsan. Barakallahu fiikum....