Ada cerita mengenai orang-orang terdahulu, seseorang diantara mereka bertanya, "Maukah engkau mati sekarang?" Temannya menjawab, "Tentu tidak." Lalu ditanyakan lagi kepadanya, "Kenapa?" Jawabnya, "Saya belum bertaubat dan berbuat kebajikan." Selanjutnya dikatakan kepada orang itu, "Kerjakanlah sekarang!" Ia menjawab, "Nanti saya akan lakukan." Demikianlah ia selalu berkata, "Nanti dan nanti," Sehingga akhirnya ia meninggal dunia tanpa sempat bertaubat dan melakukan perbuatan baik. Saya yakin engkau tidak mau berakhir seperti ini. Jadi,
"Lakukanlah bagi dirimu taubat dengan penuh pengharapan
Sebelum kematian dan sebelum dikuncinya lisan
Cepatlah bertaubat sebelum jiwa ditutup
Taubat itu simpanan bagi pelaku kebaikan."
Ingatlah wahai saudaraku, keadaanmu di saat engkau merasakan pedihnya sakaratul maut, yang pada saat menghadapinya demi Allah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai makhluk yang paling dicintai Allah bersabda, "Tiada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah sesungguhnya dalam kematian itu terdapat rasa kesakitan." [HR. Bukhari]
Bayangkan wahai saudaraku, engkau berada di hadapan kematian ini. Malaikat maut tepat berada di atas kepalamu. Nafasmu tersengal, hatimu bergetar, nyawamu meregang, mulutmu terkunci, anggota badanmu lemas, lehermu berkeringat, matamu terbelalak, pintu taubat telah tertutup untukmu, dahimu berkeringat, di sekitarmu penuh dengan tangisan dan suara rintihan, sedang kau dalam kesedihan yang mendalam, tiada yang dapat menyelamatkan dan menghindarkanmu darinya. Engkau saksikan peristiwa mengerikan itu setelah sebelumnya kenikmatan dan kesenangan yang kau rasakan. Telah datang kepadamu ketentuan Allah, lalu nyawamu diangkat kelangit. Kebahagian atau kesengsaraankah yang akan kau dapat? Jawaban atas pertanyaan itu mari kita lihat di surat Al Waqi'ah ayat 82-96.
Suatu ketika Khalifah Harun Al Rasyid memenuhi majlisnya dengan berbagai makanan dan perhiasan, lalu beliau menghadirkan Abu Al Atahiyah (Penyair ternama di masanya) dan berkata kepadanya, "Ungkapkan pada kami kenikmatan dunia yang telah kami peroleh." Ia menjawab, "Hiduplah dengan sesuka hatimu dalam naungan istana yang tinggi." Al Rasyid berkata, "Bagus, lalu apalagi?" Ia menjawab, "Kenikmatan menjadikan berlari dihadapan pergantian siang dan malam." Al Rasyid berkata, "Bagus. Lalu apa selanjutnya?" Ia menjawab,
"Jika nyawamu telah meregang
di hadapan hati yang bergetar,
saat itu kamu akan tahu dengan pasti
bahwa selama ini kamu terpedaya."
Lalu menangislah Khalifah Harun Al Rasyid. Salah seorangpejabatnya berkata kepada Abu Al Atahiyah, "Engkau dipanggilke sini oleh Amirul Mukminin untuk menghibur hatinya, akan tetapi engkau menjadikannya sedih." Harun Al Rasyid berkata, "Biarkanlah ia, sesungghnya ia melihat kita dalam kebutaan, dan ia tidak ingin kita semua buta."
Benar wahai saudaraku, cukuplah kematian sebagai nasehat, cukuplah kematian menjadikan hati bersedih, menjadikan mata menangis, perpisahan dengan orang-orang tercinta penghilang segala kanikmatan, pemutus segala cita-cita.
Suatu hari Hasan Al Bashri ditanya, "Apa yang kami lakukan? Kami senantiasa mempergauli kaum yang menakut-nakuti kami, hingga hati kami selalu khawatir?" Ia menjawab, "Demi Allah, jika engkau berkawan dengan kaum yang selalu menakut-nakutimu hingga engkau merasa aman jauh lebih baik daripadamempersgauli kaum yang selalu menentramkanmu, hingga engkau merasa takut."
Renungan kita kali ini mengenai ayat yang agung yang kadang menjadikan orang yang yang membacanya menjadi tergidik ketakutan. Namun baransiapa mempersiapkan diri untuknya, Insya Allah ia akan selamat. Yaitu sebuah ayat, yang seandainya diturunkan kepada gunung, niscaya gunung tersebut akan bergetar. Sebuah ayat yang setiap kali terdengar, telinga segera menyimaknya. Sebuah ayat yang setiap kali dibaca, mata menjadi berkaca-kaca. Setiap kali dicerna, hati akan menjadi takut.
Sebuah ayat, yang setiap kali dipahami oleh orang yang lalai membuatnya bertaubat. Seyiap kali diperhatikan oleh orang yang berpaling menjadikannya segera kembali kepada Allah dan meminta ampunanNya.
Sebuah ayat yang menceritakan tentang perjalanan, kepergian, sebuah perjalanan yang berat. Ayat tersebut adalah firman Allah 'Aza wa Jalla,
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat saja;ah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan."[Ali Imran: 185]
Memang wahai saudaraku...! perjalanann ini adalah menuju akhirat. Suatu perjalanan yang kita memohon kepada Allah agar tujuan akhirnya adalah surga, bukan neraka.
Karena keagungan perjalanan ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis." [Muttafaq 'Alaih]
Maksudnya jika kita mengetahui hakikat kematian dan kedahsyatannya, alam kubur dan kegelapannya, hari kiamat dan segala kesedihannya, Shirath (titian) dan segala rintangannya, kemudian jika kita memperhatikan surga dan segala kenikmatannya, neraka dan kobaran apinya, niscaya keadaan kita akan segera berubah. Akan tetapi terkadang kita lupa atau pura-pura lupa dengan perjalanan tersebut dan malah memilih dunia ini yang nilainya di sisi Allah tidak lebih dari sehelai sayap Nyamuk.
Wahai orang-orang yang tertipu oleh dunianya, wahai orang yang berpaling dari Allah, wahai orang yang lengah dari ketaatan pada Rabbnya, wahai orang-orang yang setiap kali dinasehati hawa nafsunya menolak nasehat ini, wahai orang-orang yang dilalaikan oleh nafsunya, dan tertipu oleh angan-angan panjangnya.
Pernahkah engkau memikirkan saat-saat kematian sedangkan engkau tetap dalam keadaanmu semula? Tahukah kamu apa yang akan terjadi pada dirimu di saat kematianmu?
Tentu saat itu engkau akan mengucapkan Laa ilaaha illallah, tiada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah. Tidak mungkin wahai saudaraku, jika engkau masih tetap lalai dan berpaling dari kebenaran hingga tiba saat-saat kematianmu. tentu engkau tidak akan mampu mengucapkannya, bahkan kamu akan berharap untuk dihidupkan kembali. (lihat Al Mu'minun: 99-100).
Assl.mhn ijin share. Tks sblmnya. Wass.
BalasHapusini sumbernya dari buku kayanya ya
BalasHapus